Ngeri-Ngeri Sedap adalah sebuah film drama keluarga menceritakan sepasang suami istri yang berpura-pura bercerai demi memancing anak-anak mereka yang tinggal di perantauan supaya kembali ke kampung halaman. Film ini karya Bene Dion Rajagukguk yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Film ini juga menonjolkan keindahan budaya Batak melalui penggambaran adat, bahasa, musik, dan kulinernya.
Film Ngeri-Ngeri Sedap dirilis pada tahun 2022 menghadirkan kisah keluarga Batak yang tinggal di sekitar Danau Toba. Film ini tidak hanya menawarkan drama keluarga yang penuh tawa, tetapi juga menggali lebih dalam budaya Batak termasuk adat, marga, dan tradisi perkawinan. Selain itu cerita ini memperlihatkan bagaimana budaya Batak beradaptasi dan berinteraksi dengan budaya lain khususnya budaya Jawa. Dalam film Ngeri-Ngeri Sedap yang tayang pada tahun 2022, ulos ditampilkan sebagai elemen penting yang mencerminkan kehidupan dan tradisi keluarga Batak di sekitar Danau Toba.
Film ini tidak hanya menghadirkan drama keluarga yang penuh tawa, tetapi juga menggambarkan berbagai aspek budaya Batak, seperti adat istiadat, sistem marga, dan tradisi perkawinan. Salah satu tradisi yang paling menonjol adalah peran ulos dalam berbagai upacara adat seperti sulang-sulang pahompu, mangulosi hingga prosesi yang berkaitan dengan kematian.
Alur Film
Ngeri Ngeri Sedap adalah film drama keluarga yang penuh dengan humor, emosi, dan pesan mendalam tentang hubungan keluarga. Berlatar di Sumatra Utara, film ini mengangkat cerita tentang kehidupan keluarga Batak yang dipenuhi konflik, perbedaan pandangan, dan rasa rindu akan harmoni.
Keluarga Pak Domu adalah inti cerita ini. Pak Domu seorang kepala keluarga yang keras kepala dan menjunjung tinggi adat istiadat Batak hidup bersama istrinya Mak Domu yang penuh kasih namun sering terjebak di antara keinginan suaminya dan kebutuhan anak-anak mereka. Mereka memiliki empat anak yaitu Domu, Sarma, Gabe, dan Sahat, yang masing-masing membawa cerita unik dalam keluarga ini.
Ketegangan dalam keluarga dimulai karena perbedaan nilai antara generasi orang tua dan anak-anak. Pak Domu yang teguh memegang adat dan tradisi, menginginkan semua anaknya tetap tinggal di kampung halaman untuk melanjutkan budaya Batak. Namun keinginan ini bertentangan dengan cita-cita dan kehidupan anak-anaknya yang telah beranjak dewasa dan memilih jalan hidup masing-masing.
- Domu sebagai anak sulung, punya ambisius yang bekerja di kota besar. Dia ingin membangun karier tanpa terus-menerus dibayangi tuntutan keluarga. Hubungannya dengan sang ayah merenggang karena perbedaan prinsip hidup.
- Sarma sebagai anak kedua sekaligus satu-satunya anak perempuan tinggal di kampung. Dia sering menjadi korban ekspektasi ayahnya untuk menjadi contoh bagi adik-adiknya, meskipun hatinya sendiri penuh beban.
- Gabe sebagai anak ketiga dikenal santai dan humoris. Dia merantau untuk mencari kebebasan jauh dari tekanan keluarga.
- Sahat sebagai anak bungsu, dia adalah sosok pendiam dan sensitif. Dia merasa tidak pernah cukup dihargai oleh ayahnya, meskipun berusaha keras untuk memenuhi harapan keluarga
Pada suatu hari, Pak Domu pergi ke Lapo Tuak namun Mak Domu datang menjemputnya karena mereka harus pergi ke rumah orang tua Pak Domu. Setibanya di sana, orang tua Pak Domu mengajukan permintaan agar diadakan sebuah pesta adat Batak. Pak Domu pun setuju untuk membiayai pesta tersebut. Selain itu orang tua Pak Domu juga meminta agar cucu-cucu mereka, yakni anak-anak Pak Domu yang sedang merantau untuk hadir dalam acara adat tersebut.
- Domu merasa ayahnya tidak pernah mendukung pilihannya, bahkan ketika dia ingin menikahi wanita pilihannya yang bukan berasal dari suku Batak.
- Sarma mencurahkan isi hatinya tentang tekanan yang dia rasakan sebagai anak teladan keluarga.
- Gabe mengungkapkan betapa ia ingin menjalani hidup tanpa terus dibayangi ekspektasi yang dianggap tidak realistis.
- Sahat akhirnya mengungkapkan rasa sakit hatinya karena merasa tidak pernah diprioritaskan oleh keluarga.
Di tengah semua ini, Mak Domu menjadi jembatan yang mencoba menyatukan keluarganya. Dengan kasih sayangnya yang tulus, dia berusaha menunjukkan kepada Pak Domu bahwa cinta dan kebahagiaan keluarga jauh lebih penting daripada memaksakan kehendak pribadi. Sesampainya di rumah, Pak Domu dan Mak Domu kebingungan memikirkan cara agar anak-anak mereka mau pulang mengingat pesta adat tersebut akan segera dilaksanakan. Meski mereka telah berusaha menelepon anak-anaknya yang merantau, ajakan untuk pulang tetap ditolak.
Pada suatu malam, Pak Domu dan Mak Domu merancang sebuah rencana yakni berpura-pura bertengkar keesokan harinya di hadapan anak mereka si Sarma. Ketika pagi tiba, mereka pun melaksanakan rencana tersebut. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil karena Sarma menganggap pertengkaran mereka sebagai hal yang biasa. Akhirnya konflik yang telah direncanakan tersebut memuncak hingga mengarah pada ancaman perceraian. Sarma segera menghubungi ketiga saudaranya yang berada di perantauan untuk menceritakan pertengkaran kedua orang tua mereka. Domu, Gabe, dan Sahat pun sepakat bahwa jika situasi semakin memburuk, mereka akan pulang. Pak Domu dan Mak Domu pun kecewa.
Karena rasa kecewa terhadap anak-anaknya, Pak Domu dan Mak Domu mulai mencari cara lain agar anak-anak mereka yang merantau pulang. Pak Domu pun muncul dengan ide baru yaitu Mak Domu akan pergi dari rumah dan kembali ke rumah orang tuanya. Keesokan paginya Mak Domu segera melaksanakan rencana tersebut. Dia mulai dengan mengemas barang-barangnya di depan Sarma, lalu berpura-pura bertengkar kecil dengan Pak Domu, dan akhirnya pergi meninggalkan rumah. Sarma yang panik langsung berusaha menelepon saudara-saudaranya sambil mengejar Mak Domu. Setelah berbicara dengan mereka dan mencoba membujuk ibunya, akhirnya saudara-saudara mereka yang merantau berjanji akan pulang keesokan harinya. Mendengar keputusan itu, Mak Domu merasa senang dan setuju untuk kembali ke rumah bersama Sarma. Setelah anak-anaknya berkumpul di rumah, pesta adat yang diminta oleh orang tua Pak Domu pun akhirnya dilaksanakan.
Publik
Film ini mencapai puncak emosional ketika keluarga ini akhirnya menghadapi kenyataan pahit bahwa hubungan mereka tidak bisa diperbaiki hanya dengan tradisi atau rasa hormat belaka. Mereka harus belajar untuk saling mendengarkan, menerima, dan menghormati perbedaan satu sama lain.
Ngeri-Ngeri Sedap berhasil menggambarkan dilema budaya yang sering terjadi di banyak keluarga Indonesia, khususnya yang memiliki latar belakang adat istiadat yang kuat. Dengan sentuhan humor yang cerdas dan momen-momen haru yang mendalam, film ini mengingatkan kita bahwa keluarga adalah tempat untuk saling menerima bukan untuk saling menuntut kesempurnaan.
Pada akhirnya film ini memberikan pesan bahwa harmoni keluarga bukanlah tentang keseragaman, tetapi tentang keberanian untuk memahami dan menghargai satu sama lain meskipun terkadang harus menghadapi momen yang ngeri-ngeri sedap.