Setelah meraih kesuksesan besar dengan film Dua Garis Biru (2019), Dinna Jasanti dan Gina S. Noer kembali melanjutkan kisah pasangan muda Bima dan Dara dalam film kedua mereka, yang berjudul Dua Hati Biru. Film ini disutradarai oleh Gina S. Noer dan Dinna Jasanti. Film pertama yang mengisahkan perjalanan hubungan sepasang remaja yang harus menghadapi tantangan menjadi orang tua muda kini diteruskan dalam Dua Hati Biru.
Film Drama Indonesia ini mengangkat tema keluarga muda tantangan menjadi orang tua dan bagaimana pasangan muda berusaha menemukan keseimbangan dalam hubungan, pekerjaan dan pengasuhan anak. Film ini menyajikan cerita yang penuh kehangatan dan menjadi pilihan baru yang menyegarkan di tengah maraknya genre horor dalam industri perfilman Indonesia belakangan ini.
Alur Film
Setelah empat tahun berlalu, Bima kini menjadi ayah tunggal yang membesarkan putranya bernama Adam (Farrell Rafisqy) setelah peristiwa besar yang mengubah hidupnya bersama Dara yang sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri, kini kembali ke Indonesia setelah selesai studi di Korea Selatan. Kembalinya Dara diharapkan bisa membawa perubahan positif dalam kehidupan keluarga Bima, namun kedatangan Dara membawa tantangan baru dalam hubungan mereka.
Bima yang kini menjalani kehidupan sebagai ayah tunggal, tidak bisa menghindari kenyataan bahwa perannya sebagai orang tua sangat berat. Dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan putranya bernama Adam, yang sangat terikat dengannya. Sementara itu Dara yang ingin kembali menjalani hubungan dengan Bima dan Adam, harus menghadapi kenyataan bahwa dia telah lama meninggalkan anaknya, sehingga dia merasa tidak dekat dengan Adam.
Dalam usaha untuk memperbaiki hubungan dengan Adam, Dara menghadapi penolakan dari anaknya yang tidak dapat dengan mudah menerima keberadaannya setelah bertahun-tahun tanpa sosok ibu. Hal ini menjadi salah satu konflik utama dalam film ini, di mana Dara berusaha untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi Adam, tetapi harus melalui berbagai rintangan emosional dan kesalahpahaman antara dirinya dan Bima.
Selain itu, perbedaan pandangan mengenai cara mendidik Adam juga menjadi titik ketegangan dalam hubungan Dara dan Bima. Bima merasa nyaman dengan cara ia membesarkan Adam tanpa campur tangan dari Dara, sementara Dara ingin terlibat lebih dalam dalam kehidupan anaknya. Perbedaan ini semakin mempersulit hubungan mereka, karena Dara merasa Bima terlalu dominan dan kurang memberi ruang bagi dirinya untuk menjadi ibu yang baik.
Di sisi lain, Bima merasa bersalah karena tidak dapat sepenuhnya menerima kembalinya Dara dalam kehidupan mereka, mengingat betapa besar peranannya dalam kehidupan Adam. Ia juga harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahan mereka dulu berakhir dengan perasaan yang tidak tuntas. Kembalinya Dara memunculkan rasa takut akan masa lalu mereka yang belum sepenuhnya diselesaikan.
Namun, seiring berjalannya waktu, Bima dan Dara mulai belajar untuk saling menghargai peran masing-masing dan menemukan jalan tengah yang dapat membuat keluarga mereka menjadi lebih utuh. Mereka mulai berbicara lebih terbuka tentang perasaan mereka, menyelesaikan masalah bersama, dan belajar bahwa menjadi orang tua bukanlah tugas yang mudah, namun membutuhkan kerja sama yang solid.
Kehidupan keluarga mereka tidak lagi hanya tentang memikul tanggung jawab secara individu, tetapi lebih pada berbagi beban dan saling mendukung dalam menghadapi tantangan. Adam yang awalnya menolak Dara, akhirnya bisa menerima keberadaan ibunya setelah melihat usaha Dara yang sungguh-sungguh untuk membangun hubungan dengan dirinya.
Film ini juga menggambarkan bagaimana masyarakat dan keluarga sekitar memberi tekanan pada pasangan muda yang harus memenuhi ekspektasi tertentu, seperti memiliki keluarga yang sempurna atau mematuhi pola asuh yang dianggap benar. Bima dan Dara meskipun menghadapi tekanan itu, harus menemukan cara mereka sendiri dalam mendidik Adam dan menjalani kehidupan mereka dengan cara yang mereka pilih, bukan yang diinginkan oleh orang lain.
Dalam klimaks cerita, Bima dan Dara akhirnya berhasil mengatasi masalah mereka, menyadari bahwa cinta dan pengertian adalah hal yang paling penting dalam menjalani kehidupan keluarga. Mereka belajar untuk saling memberi ruang satu sama lain, mendukung keputusan masing-masing, dan yang terpenting, merayakan kebahagiaan bersama sebagai sebuah keluarga.
Kesimpulan
Film Dua Hati Biru membawa pesan yang sangat relevan terutama bagi pasangan muda dan orang tua yang sedang berjuang untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi dan keluarga. Pesan utama yang ingin disampaikan adalah pentingnya komunikasi dalam hubungan, bahwa setiap individu dalam keluarga, baik itu suami, istri, atau anak, harus saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Selain itu film ini juga mengingatkan bahwa menjadi orang tua bukanlah tentang menjadi sempurna melainkan tentang memberikan yang terbaik untuk anak dan belajar dari kesalahan.
Dua Hati Biru adalah film keluarga yang tidak hanya menyentuh secara emosional, tetapi juga memberikan pandangan realistis mengenai kehidupan pasangan muda dalam menghadapi tantangan besar setelah peristiwa penting. Film ini mengajarkan kita bahwa hubungan keluarga yang sehat dibangun atas dasar saling pengertian, komunikasi yang baik dan kasih sayang yang tulus. Meskipun penuh dengan rintangan, Bima, Dara, dan Adam berhasil menemukan jalan untuk menjadi keluarga yang lebih kuat. Dengan akting yang luar biasa dan alur cerita yang menyentuh, Dua Hati Biru adalah sebuah tontonan yang patut dihargai dan memberikan banyak pembelajaran hidup tentang cinta, keluarga, dan kehidupan.