Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah film drama romantis Indonesia yang dirilis pada tahun 2013, disutradarai oleh Sunil Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Film ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Buya Hamka yang pertama kali diterbitkan sebagai serial pada tahun 1938.
Saya percaya banyak orang awalnya merasa ragu ketika mendengar bahwa film ini diadaptasi dari novel klasik. Apalagi, dengan latar waktu di era 1930-an yang seringkali dianggap memiliki gaya bahasa yang kaku, tak sedikit yang mengira film ini mungkin kurang mampu menarik perhatian penonton modern.
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan salah satu film Indonesia dengan biaya produksi terbesar pada masanya. Film ini dirilis pada 19 Desember 2013 dan menjadi film terlaris di Indonesia pada tahun tersebut dengan lebih dari 1,7 juta penonton.
Alur Film
Berlatar belakang tahun 1930-an, film ini mengisahkan perjalanan cinta antara Zainuddin (diperankan oleh Herjunot Ali) dan Hayati (Pevita Pearce). Zainuddin adalah seorang pemuda yatim piatu berdarah campuran Minang dan Bugis dan ayahnya berasal dari Minangkabau sementara ibunya dari Bugis. Setelah kematian orang tuanya, Zainuddin tinggal bersama sahabat ayahnya yang bernama Mak Base di Batipuh, Sumatera Barat. Sebagai keturunan campuran, Zainuddin menghadapi diskriminasi dari masyarakat Minang yang konservatif yang memandang rendah orang tanpa garis keturunan murni. Malangnya kehadiran Zainuddin tidak diterima oleh masyarakat Minangkabau karena dia memiliki darah campuran. Hidupnya diwarnai oleh penolakan dan kesulitan yang berat pada masa itu.
Dengan perasaan terluka, Zainuddin memutuskan untuk pergi ke sebuah daerah bernama Batipuh di Kota Padang Panjang. Di tempat inilah dia bertemu dengan seorang gadis bernama Hayati yang dikenal karena kecantikannya dan sifatnya yang lemah lembut. Beberapa pertemuan tak terduga terjadi di antara mereka, menumbuhkan benih-benih cinta yang semakin kuat. Namun cinta mereka tidak mendapat restu dari keluarga Hayati. Akibat hal tersebut, dia merasa terisolasi dan sering mencurahkan kesedihannya melalui surat-surat yang ditujukan kepada Hayati karena kepeduliannya terhadap dirinya.
Kesedihan Zainuddin semakin mendalam ketika Hayati dijodohkan dan akhirnya menikah dengan Aziz, seorang pria kaya raya yang berasal dari keluarga terpandang dan masih satu suku dengan Hayati. Kisah kepedihan Zainuddin digambarkan dengan sangat menyentuh hati terutama ketika ia harus menerima kenyataan bahwa Hayati telah menikah dengan orang lain. Perasaannya hancur membuatnya tenggelam dalam kesedihan yang mendalam.
Selama berbulan-bulan Zainuddin mengurung diri di kamarnya, menolak makan, dan hanya meratapi nasibnya. Melihat kondisi Zainuddin yang semakin memburuk, Muluk sahabat setianya merasa putus asa dan mencari cara untuk membantunya. Sebagai upaya terakhir, Muluk membawa Hayati untuk menemui Zainuddin, berharap kehadirannya bisa mengobati luka hati Zainuddin dan membujuknya untuk kembali bangkit. Pada awalnya Zainuddin merasa seolah sedang bermimpi saat melihat Hayati di hadapannya. Namun kebahagiaan itu seketika berubah menjadi luka baru ketika matanya menangkap cincin pernikahan yang melingkar di jari Hayati. Dengan perasaan campur aduk antara cinta dan kecewa, Zainuddin dengan berat hati mengusir Hayati dari hadapannya. Patah hati dan kecewa Zainuddin memutuskan untuk merantau ke Pulau Jawa bersama sahabatnya bernama Muluk.
Kemampuan Zainuddin dalam merangkai kata dan menulis cerita membawanya pada puncak kesuksesan sebagai seorang penulis terkenal. Hayati yang memiliki kegemaran membaca sangat menikmati karya seorang penulis asal Sumatra Barat. Namun dia tak pernah menyangka bahwa penulis tersebut adalah Zainuddin yaitu cinta sejatinya di masa lalu.
Takdir kembali mempertemukan mereka tetapi dalam situasi yang jauh berbeda. Rumah tangga Hayati dan Aziz berada di ambang kehancuran. Dalam kondisi terpuruk, Aziz membawa Hayati ke Surabaya. Kehidupan mereka dilanda masalah, terutama karena Aziz tenggelam dalam kebiasaan buruk seperti berjudi dan mabuk-mabukan yang akhirnya membuatnya bangkrut. Aziz menyadari bahwa dia tidak mampu lagi memberikan kebahagiaan untuk Hayati. Dengan rasa bersalah dan penuh penyesalan, dia memutuskan untuk menyerahkan Hayati kepada Zainuddin, berharap Hayati dapat menemukan kebahagiaan yang pernah direnggut darinya. Dengan hati besar, Zainuddin menerima mereka tinggal di rumahnya. Namun Aziz kemudian meninggalkan Hayati dan memberikan surat cerai yang menyatakan bahwa Zainuddin lebih pantas untuk Hayati. Tak lama setelah itu, Aziz memilih mengakhiri hidupnya di sebuah hotel meninggalkan Hayati dalam duka dan kebimbangan.
Mendengar berita kematian suaminya, Hayati diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan hati penuh penyesalan, dia mendatangi Zainuddin untuk meminta maaf atas masa lalu yang penuh luka. Hayati mengungkapkan bahwa cintanya kepada Zainuddin tak pernah pudar meski waktu dan keadaan telah memisahkan mereka. Namun rasa sakit hati yang telah lama mengakar membuat Zainuddin tidak mampu menerima Hayati kembali. Luka dari pengkhianatan dan kehilangan cinta sejatinya terlalu dalam untuk disembuhkan meskipun cinta Hayati masih tetap ada untuknya. Zainuddin menolak untuk kembali bersama dan memutuskan mengirim Hayati pulang ke Sumatera.
Hayati dipulangkan ke kampung halamannya di Batipuh dengan menumpang kapal mewah milik Belanda bernama Van Der Wijk. Muluk mengantar Hayati ke pelabuhan dan menceritakan curhatan hatinya kepada dia. Muluk hanya bisa menasehati nya dan menyemangati dia. Hayati menitip sepucuk surat untuk Zainuddin. Hayati berpesan kepada Muluk, tolong kasihkan surat ini ke Zainuddin. Mungkin ini surat terakhir saya untuk dia.
Namun dalam perjalanan menuju Minangkabau, kapal tersebut mengalami kecelakaan tragis. Mendengar kabar tersebut, Zainuddin dan Muluk segera menuju Tuban untuk mencari Hayati. Mereka menemukannya dalam kondisi lemah di rumah sakit. Lalu Hayati pun meninggal dalam pelukan Zainuddin. Kabar duka itu menghantam Zainuddin dengan keras. Dia diliputi rasa bersalah yang mendalam karena telah mengusir Hayati dari hidupnya. Penyesalan yang begitu besar terus menghantui Zainuddin sepanjang sisa hidupnya.
Hayati dimakamkan dengan layak di kampung halamannya dekat rumah keluarganya. Setiap hari Zainuddin datang berziarah ke makam wanita yang dicintainya dengan sepenuh hati.
Kesimpulan
Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berhasil menggambarkan kompleksitas cinta, adat, dan perjuangan individu melawan norma sosial yang kaku. Kisah tragis Zainuddin dan Hayati menjadi refleksi dari konflik antara perasaan pribadi dan tekanan masyarakat, serta kritik terhadap diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi akibat adat yang tidak fleksibel.
Melalui alur cerita yang mendalam dan karakter yang kuat, film ini berhasil menyampaikan pesan tentang dampak negatif dari diskriminasi sosial dan pentingnya keberanian untuk melawan norma yang tidak adil demi kebahagiaan pribadi.